Sejak pandemi Covid-19 mulai memasuki wilayah Indonesia, sudah banyak tindakan pencegahan yang dilakukan pemerintah dibantu masyarakat untuk meminimalkan tingkat penyebarannya. Anjuran penggunaan protokol kesehatan yang baik dan benar selalu diserukan agar diikuti oleh segala lapisan masyarakat.
Hingga saat ini pemerintah sudah melakukan banyak tindakan pencegahan, mulai dari sekadar imbauan hingga tindakan tegas. Salah satu yang dilakukan adalah rapid test Covid-19 guna mencegah penularan virus ini dari manusia ke manusia lain. Penggunaan rapid test antibodi saat ini menjadi salah satu andalan.
Beberapa waktu lalu, ditemukan alat tes baru yang dinilai lebih efektif dan akurat dari segi penggunaan serta hasilnya. Alat tes baru ini disebut antigen. Penggunaan rapid test antigen sudah mendapat persetujuan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Di mana alat antigen ini bisa digunakan secara darurat.
Utamanya adalah negara-negara dengan jumlah test polymerase chain reaction (PCR) yang rendah. Meskipun dari penilaian WHO, Indonesia termasuk negara dengan penyebaran Covid-19 tingkat rendah. Akan tetapi, pemerintah mengajukan diri sebagai salah satu negara penerima alat tes antigen dengan harga murah dari WHO.
Namun, hingga saat ini belum ada kepastian apakah Indonesia akan membeli sendiri alat tes cepat tersebut atau tidak. Hal ini berkaitan dengan jumlah anggaran yang diperlukan, juga bagaimana penggunaannya di masyarakat nantinya. Berikut informasi mengenai penggunaan alat tes antigen di Indonesia.
Perbedaan Rapid Test Antigen dan Antibodi
Alat tes antigen dapat mendeteksi protein virus corona saat virus di tubuh seseorang yang berada di tingkat paling menular. Begitulah yang dikatakan Penasihat Senior Direktur Jenderal WHO untuk Indonesia, Diah Saminarsih. Tepatnya, alat tes ini bisa digunakan sebagai alat deteksi dini.
Penggunaan rapid tes antigen dinilai memiliki waktu pengeluaran hasil yang jauh lebih cepat dari tes antibodi dengan hasil jauh lebih akurat. Rapid test antibodi disebut tak lagi efektif mendeteksi saat-saat awal seseorang terinfeksi virus corona sehingga menyebabkan banyak penderita yang lolos tes.
Selain itu, PCR, yang saat ini menjadi standar pengetesan Covd-19, bisa mendeteksi material genetik virus dengan jumlah sangat kecil. Hal ini rentan mengakibatkan seseorang dapat terus mendapat hasil positif Covid-19, bahkan setelah tubuhnya tak lagi memiliki daya infeksi.
Oleh sebab itu, penggunaan rapid test antigen menjadi solusi tepat, terutama dalam penggunaan di negara dengan tingkat penyebaran Covid-19 tinggi. Apalagi dengan hasil tes yang akan keluar dalam waktu 15 hingga 30 menit dan hasil akurat sehingga akan sangat membantu pendeteksian penderita Covid.
Apalagi alat tes antigen ini haya dihargai $5 saja atau setara Rp74.000,-. Jauh lebih murah dari tes PCR. Tentunya, akan sangat membantu negara-negara miskin dan berkembang yang memiliki dana besar untuk penanganan pandemi. Di Indonesia alat tes ini rencananya juga akan segera dipergunakan.
Indonesia Belum Memutuskan Jumlah Pembelian Alat Tes Antigen
Pentingnya pencegahan perluasan penyebaran virus corona agar pandemi segera berakhir, membuat pemerintah Indonesia harus bergerak cepat dalam penangannya. Menggunakan metode-metode terbaik merupakan sebuah keharusan. Di antaranya menggunakan rapid test dengan metode lebih baik, yaitu tes antigen.
Ada dua negara yang mengembangkan alat tes ini, yaitu Amerika Serikat dengan merek Abbott, dan Korea Selatan bermerek SD Biosensor. Rencananya alat-alat ini akan didistribusikan ke seluruh dunia melalui WHO yang bekerja sama dengan berbagai lembaga di masing-masing negara, seperti Bill & Melinda Gates Foundation.
Selain itu, Universitas Padjajaran, Bandung, pun tengah mengembangkan produk test satu ini sehingga pemerintah Indonesia masih meninjau mengenai apakah akan membeli secara mandiri dan berapa jumlahnya. Sebab untuk pembelian jumlah besar tetap diperlukan anggaran yang diambil dari kas negara.
Menurut Ketua Sub-Bidang Dukungan Logistik Medis Satgas Penanganan Covid-19, Brigjen Agung Hermanto, Indonesia melalui Badan Nasional Penanganan Bencana (BNPB) sudah membeli alat tes antigen merek BioSensor sebanyak 250.000. Alat ini sudah didistribusikan BNPB ke sejumlah daerah, terutama yang kesulitan melakukan tes, seperti Nias.
Pemerintah Menunggu Kebijakan WHO
Menanggapi hal ini, salam konfrensi pers, Kamis (01/10/2020), Wiku Adisasmito, selaku Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, mengatakan pemerintah Indonesia telah melakukan komunikasi dengan perwakilan WHO di Indonesia menjadi salah satu penerima bantuan WHO untuk tes antigen. Hal ini dilakukan guna mendeteksi lebih awal penderita Covid.
WHO rencananya akan menyediakan 120 juta rapid test antigen dengan harga lebih murah untuk negara-negara berpenghasilan kecil hingga menengah. Namun, akan difokuskan pada negara dengan tingkat penyebaran Covid-19 tinggi. Utamanya negara dengan kasus kematian tertinggi di dunia.
Menunggu kebijakan WHO dalam memberikan harga murah tengah dilakukan pemerintah agar dana yang dikeluarkan lebih kecil dan bisa membeli dalam jumlah lebih besar. Namun, Dr Tonang Dwi Aryanto, Wakil Direktur Pendidikan dan Penelitian RS Universitas Sebelas Maret Surakarta, mengatakan pemerintah perlu lebih agresif hal ini.
Sebab capaian tes Covid-19 di Indonesia masih rendah dengan penyebaran terus bertambah. Argumen ini diperkuat dengan merujuk rilis Kementerian Keuangan pada Rabu (30/09) untuk serapan anggaran Covid bidang kesehatan baru mencapai 25%. Pemerintah bisa melakukan pembelian mandiri dengan mengandalkan dana Covid yang tersedia.
Saat ini, Indonesia baru melakukan tes terhadap 2 juta penduduk dari total 270 juta penduduk yang ada dari Sabang hingga Marauke. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan tes Covid terendah di dunia. Sudah pasti pemerintah harus lebih agresif dan proaktif.
Kehati-hatian dalam Penggunaan Alat Tes Antigen
Di sisi lain, pakar Biologi Molekuler, Achmad Rusdjan Utomo, menyarankan pemerintah lebih berhati-hati. Lebih baik melakukan verifikasi mengenai efektivitas alat tes antigen yang direkomendasikan WHO. Melakukan pengujiak ulang sehingga mengetahui mengenai sejauh mana efektivas yang diberikan alat tersebut.
Menggunakan konsep kehati-hatian akan memberikan dampak baik dalam penggunaan rapid test ini ke depannya. Selain itu, pemerintah harus memastikan agar alat ini tidak tersebar secara umum di pasaran. Masyarakat seharusnya tak bisa membelinya secara mandiri sepeti pada rapid test antibodi.
Hal ini agar hasil tes yang dilakukan dapat terekam dengan baik oleh pemerintah. Sebab, sebelum ini banyak masyarakat yang melakukan tes mandiri dan tidak ada pencatatan hasilnya di database pemerintah sehingga berdampak pada ketidakvalidan data. Tentu saja, ini bisa menyebabkan kurangnya efektivitas pencegahan Covid-19.
Menunjuk Univeristas Padjajaran atau Libangkes sebagai tempat dan penyelenggara pengujian menurut Achmad Rusdjan Utomo akan menjadi keputusan terbaik dalam melakukan tes efektivitas penggunaan rapid test antigen ini. “… paling pakai 30 sampel positif dan negatif …,” ujar beliau.
Penanganan Covid-19 memang memerlukan langkah cepat dan tegas. Penggunaan rapid test antigen dinilai sebagai cara ampuh untuk menangani Covid-19. Namun, perlu juga berhat-hati dalam penggunaannya. Selain mengadakan pengujian efektivitas, pemerintah pun harus memperhatikan besar anggaran yang diperlukan.