Demo menolak Undang – Undang Cipta Kerja masih berlangsung saat ini. Pada Jumat 16 Oktober 2020 Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) melakukan demo di sekitar Istana Merdeka, Jakarta Pusat untuk menolak Undang – Undang Cipta Kerja tersebut. Sebanyak 8.000 personel Gabungan Polda Metro diterjunkan untuk mengawal demo tersebut.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Yusri Yunus mengutarakan bahwa pasukan gabungan Polri, TNI, dan Pemprov DKI dikerahkan agar bisa mengamankan unjuk rasa tersebut. Selain mengerahkan 8.000 pasukan gabungan, Polda Metro juga memasang pembatas (Barrier) pada jalan Medan Merdeka Barat agar para pengunjuk rasa tidak masuk ke wilayah Istana Merdeka.
Sejak Kamis pukul 23.00 WIB, Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya juga telah menutup akses ke Jalan Merdeka Barat, Harmoni, Veteran 3, dan belokan Gambir. Penutupan tersebut bertujuan untuk mencegah dan mengantisipasi pergerakan pengunjuk rasa memasuki area Istana Merdeka. Pengalihan arus kendaraan juga dilakukan untuk mengurangi kepadatan lalu lintas di sekitar Istana Merdeka.
Selain itu, sebanyak 10.000 personal juga kabarnya telah disiagakan di Monumen Nasional (Monas) oleh Polda Metro Jaya untuk mengantisipasi peningkatan massa demo tersebut. Seperti demo beberapa hari sebelumnya, massa demo meningkat pesat menjelang sore hari, yang menjadi salah satu penyebab terjadinya bentrok antara pedemo dan pihak berwajib.
BEM SI Kembali Turun ke Jalan Tolak Pengesahan Omnibus Law
Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia kembali menggelar unjuk rasa secara damai untuk menuntut presiden membatalkan Ominbus Law Undang – Undang Cipta Kerja di depan Istana Negara. Andi Khiyarulla selaku Koordinator Media BEM-SI menegaskan bahwa sekitar 6.000 massa atau lebih akan turun ke jalan untuk berunjuk rasa.
Andi Khiyarulla mengatakan bahwa tuntutan pada demo kali ini masih sama dengan tuntutan sebelumnya, yakni mendesak pemerintah agar mencabut omnibus law Undang – Undang Cipta Kerja. Anda mengutarakan bahwa demo kali ini di fokuskan ke Istana Negara. Demo kali ini merupakan aksi damai, sehingga tindakan anarkis dihindari sebisa mungkin.
Penolakan pengesahan Undang – Undang Cipta Kerja telah dimulai sejak Selasa 06/10/2020 lalu. Saat itu kelompok yang mengatasnamakan sebagai Persaudaraan Alumni 212 melakukan unjuk rasa yang berujung ricuh. Unjuk rasa tersebut merupakan protes yang dilakukan kepada DPR yang mengesahkan omnibus law Undang – Undang Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020.
Sejak Kamis 8 Oktober 2020, kelompok mahasiswa dan buruh juga ikut menggelar aksi unjuk rasa di berbagai wilayah di Jakarta. Sayangnya unjuk rasa tersebut juga berujung ricuh yang menyebabkan banyak fasilitas publik rusak. Beberapa pos polisi dan halte Transjakarta dibakar oleh massa yang membuat kerugian negara bertambah.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengutarakan bahwa sebanyak 46 halte Transjakarta mengalami kerusakan berat akibat aksi unjuk rasa omnibus law UU Cipta Kerja. Halte yang berada di Bundaran HI, Tosari, dan Sawah Besar mengalami kerusakan yang paling berat. Anies memperkirakan kerugian akibat kerusakan tersebut mencapai Rp 65 miliar.
Pembuatan SKCK Tidak Ada Hubungannya dengan Pelajar Terlibat Demo
Beberapa hari sebelumnya Wakapoler Metro Tanggerang Kota AKBP Yudhistira mengatakan bahwa pelajar yang ikut melakukan aksi unjuk rasa tersebut akan di-blacklist dalam mengurus Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). SKCK merupakan salah satu syarat yang dicantumkan dalam melamar pekerjaan.
Ancaman tersebut diberikan agar pelajar tidak ikut aksi unjuk rasa. Dilansir dari laporan KPAI, pertanggal 14 Oktober 2020, sebanyak 3.665 pelajar ditangkap polisi imbas unjuk rasa yang berujung ricuh pada selasa (13/10/2020). Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus, mengatakan bahwa sebanyak 900 orang diamankan oleh polisi.
Pada Kamis (15/10/2020), Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus memastikan bahwa Polda Metro Jaya tidak akan memberikan catatan apapun dalam SKCK bagi pelajar yang ditangkap saat demo menolak UU Cipta Kerja. Yusri Yunus menegaskan bahwa SKCK tidak ada hubungannya dengan aksi unjuk rasa.
Berdasarkan Keterangan Yusri, kepolisian tidak berhak mempersulit pembuatan SKCK bagi pelajar yang tertangkap saat melakukan aksi unjuk rasa. Catatan yang akan ditulis pada SKCK harus didasarkan pada vonis pengadilan atas tindakan pidana yang dilakukan. Pelajar yang tertangkap saat unjuk rasa tersebut hanya akan disuruh membuat pernyataan dan dijemput orang tua mereka.
Anies Menganjurkan Agar Pelajar Ikut Demo Diberikan Pendidikan Bukan Dikeluarkan
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga meminta agar pelajar yang mengikuti demo penolakan Omnibuslaw Undang-Undang Cipta Kerja tidak dikeluarkan dari sekolah. Anies memandang bahwa hukuman dengan cara mengeluarkan dari sekolah tidak tepat dilakuan. Hal tersebut diutarakan Anies saat wawancara di Hotel Aryaduta, pada Kamis 15/10/2020.
Anies menilai pelajar yang bermasalah harus diberikan pendidikan lebih, bukan malah dikeluarkan. Ia memandang bahwa hukuman dengan cara mengeluarkan dari sekolah sudah usang. Anies mengatakan bahwa dalam prinsip pendidikan, anak yang bermasalah harus mendapatkan pendidikan lebih, bukan malah dikurangi.
Beberapa hari sebelumnya Polda Metro Jaya berniat membuat surat pernyataan kepada orang tua dan sekolah pelajar yang tertangkap saat ujuk rasa yang berujung ricuh tersebut. Pemberian surat ini bertujuan agar orang tua dan pihak sekolah lebih memberikan perhatian dan pengawasan kepada pelajar tersebut.
Pelajar yang ikut melakukan unjuk rasa menolak omnibus law UU Cipta Kerja mengatakan bahwa tujuan ikut demo untuk memperjuangkan nasib orang tua yang berprofesi sebagai buruh. Beberapa pelajar tersebut juga berujar bahwa mereka ikut berdemonstrasi karena diajak oleh teman dan mulai bosa PJJ (Pelajaran Jarak Jauh).
Gerakan Buruh Jakarta Sosialisasi Unjuk Rasa Pekan Depan
Berbeda dengan BEM SI yang melakukan aksi unjuk rasa pada hari ini, Jumat (16/10/2020), di Istana Negara, Gerakan Buruh Jakarta memilih tidak ikut bergabung. Mereka berencana untuk melakukan aksi unjuk rasa pekan depan, pada 20-22 Oktober 2020. Hal ini ditegaskan oleh Supardi, Koordinator aksi Gerakan Buruh Jakarta.
Supardi mengatakan bahwa ia pihaknya bersama GEBRAK turun ke jalan pada Kamis 20-22 Oktober 2020 untuk meminta Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu). Ia juga meminta agar pihak aparat kepolisian tidak melakukan tindakan represif kepada para demonstran.
Bagas Marpindra selaku Koordinator Wilayah BEM Jabodetabek-Banten Alsiansi BEM Seluruh Indonesia juga mengecam tindakan represif aparat kepolisian kepada demonstran. Ia juga mengecam berbagai upaya penyadapan terhadap aktivis dan akademisi yang menolak UU Cipta Kerja tersebut. Bagas menegaskan bahwa aksi yang dilakukan BEM SI merupakan aksi damai, sehingga tidak akan tindakan anarkis.
Aksi unjuk rasa menolak omnibus law UU Cipta Kerja beberapa hari belakangan selalu berujung ricuh. Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sudjana menuding bahwa kericuhan dipicu oleh kelompok Anarko yang turut serta dalam aksi demo. Aksi ujuk rasa yang damai merupakan perwujudan gerakan intelektual dan moral masyarakat Indonesia.