Beberapa hari belakangan ini, Indonesia digemparkan dengan ratusan ribu buruh yang turun ke jalanan untuk menolak pengesahan UU Cipta Kerja atau lebih populer dengan sebutan Omnibus Law. Tak hanya di kota besar saja, kericuhan ini juga terjadi di kota-kota kecil di seluruh wilayah Indonesia.
Kondisi terparah terutama dialami oleh kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, dan beberapa kota industri lainnya. Bukan hanya kali ini saja para buruh melakukan demonstrasi. Biasanya mereka juga melakukan unjuk rasa demi perbaikan kesejahteraan setiap tanggal 2 Mei yang bertepatan dengan Hari Buruh Nasional.
Namun tentunya ada yang berbeda dengan demonstrasi kali ini. Perbedaan tersebut terletak pada kondisi dalam negeri yang sedang menghadapi pandemi Corona. Ini merupakan sebuah ironi karena di satu sisi, pemerintah Tengah memberlakukan PSBB besar-besaran di seluruh wilayah negeri.
Tapi di sisi lain, para buruh gitu malah bergumul dalam jumlah yang amat banyak. Mereka melakukannya demi menyampaikan aspirasi, atas dasar demokrasi. Bagaimanapun juga, hal ini sangat berisiko memicu terjadinya penyebaran virus Corona. Soalnya pada saat melakukan demonstrasi, para buruh sama sekali tidak mengindahkan aturan PSBB.
Sudah tentu ini menjadi permasalahan besar. Terutama bagi para praktisi kesehatan. Ada banyak pakar kesehatan yang menyayangkan hal ini. Namun di sisi lain, para buruh berpikir kalau demonstrasi ini memang wajib dilakukan demi menegakkan keadilan. Lantas apakah benar demonstrasi tolak Omnibus Law memicu peningkatan Corona di Indonesia?
Demonstran Sebenarnya Menggunakan Perlengkapan Safety Sesuai Instruksi Serikat Masing-masing
Berdasarkan penjelasan yang diterima dari masing-masing koordinator demo, para demonstran memang sudah diminta untuk mengenakan perlengkapan safety. Terutama dalam menghalau penyebaran virus Corona. Semua demonstran seragam mengenakan masker dan sarung tangan.
Hanya saja memang ada beberapa pihak yang enggan untuk mengikuti aturan tersebut. Inilah yang kemudian memicu terjadinya perdebatan di antara para pakar kesehatan. Pada beberapa bukti digital, memang terbukti ada banyak sekali demonstran yang tidak mengenakan perlengkapan safety.
Namun tentunya keberadaan mereka tidak mewakili keseluruhan demonstran yang turun ke jalanan. Soalnya serikat buruh yang kami wawancarai memang sudah mewajibkan para anggotanya yang hendak ikut unjuk rasa untuk mengenakan perlengkapan safety.
Namun keadaan menjadi di luar kendali ketika terjadi benturan antara para demonstran dengan aparat negara. Dari sinilah kemudian terjadi gontok-gontokan yang membuat para demonstran lupa untuk menjaga keamanan dan penerapan aturan PSBB di tengah demo.
Benturan Antara Anarko dengan Aparat Picu Pelanggaran Aturan PSBB
Pasca terjadinya benturan antara aparat dan demonstran, Keadaan menjadi sangat tidak terkendali. Inilah yang kemudian memicu terjadinya pelanggaran aturan PSBB di berbagai wilayah. Jadi semuanya memang tidak direncanakan sejak awal.
Bahkan beberapa penanggung jawab demonstrasi memberikan keterangan kalau sebenarnya mereka yang melakukan kerusuhan dan pengrusakan justru bukan berasal dari kalangan buruh melainkan dari kalangan para anarko. Mereka inilah yang kemudian menjadi sumber perdebatan para ahli.
Kerusuhan yang dimulai oleh para anarko ini kemudian menjadi pemicu terjadinya chaos di lokasi kejadian. Dari sinilah potensi penyebaran corona virus menjadi maksimal. Karenanya tak heran kalau kemudian para pakar kesehatan berpendapat bahwa demonstrasi penolakan omnibus Law menjadi pemicu penyebaran Corona yang sangat parah.
Dampaknya Tidak Akan Langsung Terlihat
Selain memberikan statement seperti di atas, para pakar juga memberikan peringatan bahwa dampak penyebaran pandemi ini sendiri tidak akan langsung terjadi. Seperti kita ketahui, masa inkubasi virus Corona berkisar antara 2 sampai 3 minggu. Karenanya kemungkinan besar jumlah demonstran yang terdampak virus akan diketahui setidaknya 3 minggu kedepan.
Tentu saja ini merupakan hal yang sangat mengkhawatirkan. Apalagi jika kita mengingat kondisi korban pandemi Corona di Indonesia yang jumlahnya semakin meningkat saja. Tak pernah kita menyangka kalau pengesahan UU Cipta Kerja ini akan berdampak besar terhadap animo masyarakat sehingga menyebabkan kejadian besar seperti ini.
Diperkirakan setelah 3 minggu kedepan, jumlah penderita pandemic Corona di Indonesia akan melonjak dengan drastis. Hal ini juga sudah terbukti dengan positifnya beberapa peserta demo di Kota Tangerang setelah dilakukan rapid test. Hanya tinggal menunggu waktu saja sampai semua korban terdampak bisa hitung.
Siapa yang Harus Disalahkan?
Dalam kondisi seperti ini tentu saja semua pihak saling menyalahkan. Padahal sebenarnya semua elemen juga berjuang demi kepentingan bersama. Hanya saja ada sebuah kesalahpahaman sehingga apa yang ada di dalam pikiran mereka tidak bertemu dengan paham orang lain.
Padahal jika dilakukan penyuluhan atau konsolidasi sejak awal, mungkin keadaan tidak akan separah ini. Bisa jadi penerapan UU Cipta kerja ini akan berlangsung dengan lebih berkualitas tanpa gangguan dari pihak manapun. Sayangnya berita hoax terlanjur tersebar, dan pemerintah tidak siap menghadapi tekanan dari buruh yang sudah termakan hoax itu sendiri.
Tentunya tidak ada yang bisa disalahkan dalam kondisi seperti ini. Apalagi jika kita mengingat bahwa tujuan dari pemerintah mengesahkan UU Cipta kerja adalah untuk memberikan pemerataan lapangan kerja. Hanya saja dari sisi lain sikap pemerintah ini juga tidak adil bagi para buruh yang sudah berkarir sekian lama di perusahaan.
Pemerintah Diminta Lebih Berhati-hati Dalam Membuat Keputusan
Untuk menghindari kejadian serupa, para pakar kesehatan meminta pemerintah untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan. Jangan sampai keputusan itu sendiri malah memberikan banyak kerugian kepada rakyat. Padahal tujuan dari pembuatan keputusan tersebut adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Bentuk kehati-hatian ini harus diterapkan oleh seluruh elemen pemerintah. Soalnya di era modern ini masyarakat sangat mudah terpengaruhi oleh hoaks dan dan para provokator. Jadi bisa dibilang keadaan negara kita memang sedang tidak kondusif. Sekali saja pemerintah mengeluarkan keputusan yang janggal, maka rakyat akan kembali berkerumun untuk melakukan demonstrasi.
Ini bukan bentuk demokrasi yang kebablasan, namun kurangnya komunikasi antara pemerintah dengan rakyat. Sebaiknya pemerintah melakukan penyuluhan atau pemberitahuan dari awal kepada masyarakat secara mendetail sebelum memutuskan sebuah undang-undang. Ini akan jauh lebih efektif terhadap animo masyarakat.
Mengantisipasi Penyebaran Corona Pasca Demonstrasi
Sejauh ini kami mengetahui kalau masing-masing perusahaan melakukan pengecekan secara berkala kepada karyawannya. Terlebih kepada mereka yang sudah terjun langsung ke dalam acara unjuk rasa beberapa hari yang lalu. Mendatangi klinik kantor merupakan cara terbaik bagi anda agar bisa terhindar dari wabah korona ini.
Periksakan kesehatan secara berkala, jangan takut dokter akan memvonis anda terkendala corona. Soalnya ada banyak orang yang merasa enggan untuk mengunjungi dokter karena tak ingin disebut sebagai penderita corona. Padahal dokter juga bukan seorang awam dalam hal ini. Mereka sangat memahami bagaimana cara membedakan penderita penyakit korona dengan penderita sakit biasa.
Selain hal tersebut, kita sebagai masyarakat juga harus lebih teliti dan hati-hati dalam menerima sebuah informasi. Pastikan untuk tidak terlalu mudah termakan hoax. Soalnya saat ini ada banyak media atau akun media sosial yang ditunjuk untuk menyebarkan hoax-hoax tersebut. Berhati-hatilah dan jangan menyepelekan keadaan