#MendikbudSalahUrus Karena Wacana PJJ Permanen, Apa Yang Sebenarnya Terjadi Dan Mengapa Harus Terjadi

PJJ Permanen

Rencana menteri pendidikan dan kebudayaan  nadiem makarim untuk melakukan PJJ Permanen atau belajar di rumah secara permanen menuai kritik keras dari masyarakat dan juga berbagai pihak. Bahkan tagar mendikbud salah urus menjadi salah satu trending topik twitter yang sedang hangat.

Menteri pendidikan dan kebudayaan nadiem makarim memang didera berbagai macam kritik dan hujatan terkait dengan kebijakan-kebijakannya yang dikeluarkan terkait dengan adaptasi kegiatan belajar mengajar selama pandemi. Kebijakannya selalu menuai kritik karena dianggap kurang pas dengan kebutuhan.

Wacana PJJ Permanen Jadi Sorotan

Setelah menteri pendidikan dan pendidikan nadiem makarim mengeluarkan wacana untuk memberlakukan kegiatan belajar dari rumah secara permanen baik itu selama pandemi maupun setelah pandemi usai menuai kontroversi. Banyak yang tidak setuju dengan kebijakan ini karena berbagai alasan.

Berbagai macam kesulitan dialami oleh para pelajar, mulai dari masalah kuota internet yang terlalu banyak memakan biaya, minimnya waktu belajar online yang membuat stress para pelajar karena waktu mengerjakan tugas menjadi lebih pendek, hingga masalah finansial dimana masih banyak pelajar yang tidak memiliki gadget.

Tidak efektifnya kegiatan belajar mengajar jarak jauh ini tentunya belum melihat daerah yang lokasinya terpencil dan susah sinyal. Peserta didik di kota masih banyak yang mengeluhkan kebijakan belajar jarak jauh ini, apabila kegiatan belajar ini dijadikan permanen bahkan setelah pandemi, akan jadi seperti apa pendidikan di indonesia.

Wacana PJJ permanen tentunya akan semakin memperlebar jarak pendidikan antara pelajar yang mampu secara finansial dan yang kurang beruntung. Pelajar dengan keterbatasan kemampuan ekonomi akan kesusahan mengejar materi jika dibandingkan dengan anak orang kaya karena mereka lebih mudah mendapat kuota.

Belum lagi tagihan SPP yang harus dibayarkan meskipun kegiatan belajar mengajar dilakukan secara online. Dengan efektifitas yang sangat minim orang tua murid masih dibebani dengan biaya SPP yang masih utuh tanpa potongan. Bukankah dengan begini pendidikan indonesia tidak ada bedanya dengan bimbel online.

Bahkan mungkin bimbel online bisa lebih baik dari pendidikan indonesia saat ini karena tenaga pengajar dari bimbel online memang sudah dilatih untuk melakukan pembelajaran jarak jauh sedangkan tenaga pengajar di sekolah tidak. Apa lagi kira-kira yang akan membuat pendidikan indonesia berjalan mundur.

Menteri pendidikan dan kebudayaan yang satu ini awalnya memang digadang-gadang akan menelurkan terobosan yang luar biasa untuk memajukan pendidikan di indonesia, namun sayangnya kebijakan dan wacana yang keluar justru menjadi senjata makan tuan yang membuatnya dikritik banyak orang.

Berbagai statement yang keluar dari nadiem makarim jarang sekali mendapat simpati dan dukungan bahkan sebaliknya mendapat cemoohan dan ejekan. Tak sedikit masyarakat yang meminta agar menteri pendidikan dan kebudayaan diganti karena dirasa tidak mampu memberikan pelayanan secara maksimal.

Mengapa Nadiem Makarim Selalu Membuat Kebijakan Aneh-Aneh

Hingga detik ini masih tidak ada yang tahu bagaimana sebenarnya pola pikir nadiem makarim dalam mengurus pendidikan di indonesia. Banyak pihak yang yakin sebenarnya nadiem ingin memajukan pendidikan indonesia dengan caranya sendiri namun terbentur dengan kenyataan bahwa indonesia memang tidak cocok dengan caranya.

Nadiem menginginkan pendidikan di indonesia bisa dilakukan dengan cara yang paling efektif dengan memanfaatkan internet. Namun yang mungkin tidak diprediksi oleh menteri pendidikan dan kebudayaan nadiem makarim adalah internet di indonesia merupakan sebuah barang mewah yang tidak semua bisa memilikinya.

Pengguna internet di indonesia memang sangat banyak dan hampir seluruh masyarakat indonesia melek internet. Namun yang tidak disadari adalah melek internet belum tentu bisa bebas semaunya menggunakan internet, melihat harga kuota internet yang mahal, tidak semua masyarakat bisa menggunakan semaunya.

Seandainya tarif internet di indonesia lebih murah dan tidak dimonopoli oleh perusahaan telekomunikasi tertentu, mungkin keinginan dari menteri pendidikan dan kebudayaan  nadiem makarim untuk melakukan PJJ permanen bisa diterima dan mendapat dukungan dari berbagai kalangan.

Jika masalah harga internet sudah teratasi kemudian kita dibenturkan dalam satu realita lagi bahwa belum semua daerah di indonesia bisa mendapat jaringan komunikasi internet dengan merata. Bagi yang pernah ke daerah atau bahkan tinggal di daerah pelosok pasti tahu rasanya tidak ada sinyal internet.

Penggunaan internet sebagai ujung tombak pendidikan akan semakin memperlebar jarak antara si kaya dan si miskin karena ini akan memakan biaya yang lebih besar. Pendidikan konvensional sebelumnya saja masih banyak orang tua murid yang tak mampu membayar SPP belum lagi harus menerapkan PJJ.

Seandainya masalah pemerataan jaringan internet di indonesia sudah teratasi dan semua masyarakat indonesia bisa mengakses internet yang menjadi batu sandungan berikutnya adalah kurikulum dan juga cara pembelajaran. Dengan meninggalkan tatap muka artinya akan ada mata pelajaran dan sekolah yang hilang.

Tanpa adanya tatap muka maka pelajaran olahraga tidak bisa dilakukan dan tidak akan memenuhi target karena hanya teori tanpa praktikum. Hal ini tentunya juga akan mematikan sekolah menengah kejuruan karena tanpa tatap muka berarti para pelajar tidak bisa mengaplikasikan praktek lapangan mereka.

Bagaimana mungkin misalnya sekolah kejuruan tata boga akan melakukan pembelajaran tanpa tatap muka jika pelajaran yang mereka dapatkan adalah praktik langsung. Pembelajaran jarak jauh masih tetap tidak efektif dan sulit diterapkan di indonesia bahkan mungkin di seluruh dunia.

Menghilangkan aspek tatap muka artinya pelajar tidak bisa berinteraksi secara langsung dengan piranti dan alat pembelajaran yang seharusnya bisa menjadi dukungan untuk memperdalam disiplin ilmu yang sedang mereka pelajari. Singkatnya anak STM tidak akan bisa sekolah tanpa memegang motor secara langsung.

Seandainya saja masalah praktikum dan tatap muka langsung sudah dapat teratasi dan indonesia entah bagaimana sukses menghilangkannya. Bagaimana dengan jenjang kuliah nanti, apakah sekolah teknik akan tutup dan hilang. Jika sekolah teknik tutup, akan dapat teknisi darimana negara ini.

Apakah indonesia harus bergantung pada negara lain untuk mendatangkan tenaga teknisi yang seharusnya bisa mereka lakukan sendiri. Bukankah ini justru akan menjadi potret kemunduran dari pendidikan suatu negara dimana negara tersebut tak mampu memenuhi kebutuhan dasar dari masyarakatnya sendiri.

Bagaimanapun juga menghilangkan proses pembelajaran tatap muka tidak bisa dilakukan, mungkin ini bisa dilakukan beberapa puluh tahun kedepan jika teknologi di dunia ini sudah bisa mengakomodasi kebutuhan pendidikan tanpa menggunakan tatap muka. Sayangnya saat ini pendidikan tanpa tatap muka masih sekedar mimpi.

Salah satu solusi dari pendidikan jarak jauh agar berhasil dan dapat diterima oleh semua orang adalah menghapuskannya ketika pandemi ini sudah berakhir. Tidak ada alasan untuk mempertahankan pendidikan jarak jauh setelah pandemi usai. Misalnya pandemi memang tidak bisa usai, maka adaptasi lain harus dilakukan.

Tanpa mengurangi rasa hormat dan dukungan pada bapak menteri pendidikan dan kebudayaan indonesia nadiem makarim, kritik yang terlontar padanya adalah harapan dari masyarakat indonesia agar bapak menteri melakukan peninjauan lagi dan memikirkan ulang apakah PJJ permanen akan dilakukan atau tidak.