Para Petinggi KAMI Diciduk Bareskrim Polri, Ada Apa Sebenarnya?

Para Petinggi KAMI atau Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia ditangkap oleh Bareskrim Polri. Dari beberapa kejadian yang dialami, beberapa petinggi KAMI ditangkap karena bermasalah dengan Pasal UU ITE dan Penghasutan. Sudah tentu hal ini mendatangkan banyak pertanyaan.

Soalnya belum jelas atas dugaan apa mereka ditangkap. Beberapa sumber mengatakan kalau alasannya masih sedang didalami. Salah satu penangkapan terbaru Bareskrim adalah Syahganda Nainggolan. Hal ini sudah dikonfirmasi oleh Ahmad Yani yang saat ini menjabat sebagai Ketua Komite Eksekutif KAMI.

Syahganda ditangkap pada waktu Subuh hari Selasa kemarin. Selain Syahganda, sebelumnya Bareskrim Polri juga sudah menangkap Jumhur Hidayat yang merupakan salah satu pendiri atau deklarator KAMI. Dia juga menjabat sebagai salah satu petinggi Komite KAMI saat ini.

Sebelumnya, salah satu deklarator Koalisi yang lain juga ditangkap. Anton Permana diamankan lebih dulu oleh Bareskrim sejak tanggal 11 Oktober 2020 lalu. Bahkan para petinggi KAMI lainnya sempat menemani sampai pukul 10 malam di Bareskrim.

Berdasarkan informasi yang beredar dan tembusan dari para petinggi Koalisi lainnya, Anton Permana ditangkap karena postingannya di Media Sosial. Postingan facebooknya tersebut dinilai memiliki unsur pelanggaran terhadap UU ITE dan Penghasutan yang sudah kita bahas sebelumnya.

Total 8 Orang Petinggi Ditangkap, Komite Eksekutif KAMI Sudah Mendatangi Bareskrim

Sejauh ini ada 8 orang anggota KAMI Yang sudah ditangkap baik oleh Bareskrim Polri ataupun oleh pihak kepolisian lainnya. Total 8 orang tersebut adalah Khairi Amri yang saat ini menjabat sebagai Ketua KAMI Kota Medan. Khairi ditangkap oleh Polda Sumut.

Selain Khairi, tanggal 10 Oktober Polda Sumut juga menangkap petinggi KAMI berinisial JG dan NZ. Pada tanggal yang sama, petinggi berinisial KA juga ditangkap oleh Bareskrim Polri di wilayah Tangerang Selatan.

Setelah penangkapan yang menggegerkan publik tersebut, kemudian Bareskrim menangkap salah satu Deklarator KAMI Anton Permana di bilangan Rawamangun. Dia ditangkap tengah malam pada tangga 12 Oktober lalu. PEnangkapannya ini diduga karena melanggar Pasal UU ITE Dan Penghasutan.

Berbarengan dengan penangkapan Anton Permana, Polda Sumut juga menangkap petinggi Koalisi lainnya yang berinisial WRP. Kemudian penangkapan dilanjutkan oleh Bareskrim Polri terhadap Syahganda Nainggolan di Depok dan petinggi lain Jumhur Hidayat di wilayah Cipete Jakarta Selatan.

Menanggapi penangkapan terhadap 8 orang anggotanya, Ketua Komite Eksekutif KAMI AHmad Yani kemudian menyambangi Bareskrim Polri. Saat ini Yani sudah menyiapkan pendampingan hukum untuk beberapa anggotanya tersebut. Namun semuanya sedang menunggu proses dan beberapa kelengkapan syarat administrasi.

Polri Benarkan Penangkapan Terhadap 8 Anggota KAMI

Brigjen Awi Setiyono yang saat ini menjabat sebagai Karo Penmas Divisi Humas Polri membenarkan penangkapan yang terjadi terhadap beberapa petinggi KAMI tersebut. Awi mengatakan kalau penangkapan dilakukan oleh SUBDIT SIBER Direktorat Reskripsus Polda Sumut dan oleh Tim Direktorat Tindak SIber Bareskrim Polri.

Awi juga menjelaskan kalau penangkapan yang dilakukan sejak tanggal 9 Oktober 2020 tersebut dilakukan berkaitan dengan demonstrasi tolak UU CIpta Kerja Omnibus law yang mulai dilakukan sejak tanggal 8 Oktober 2020 lalu.

Jadi Polri sudah melakukan penangkapan secara kontinyu dimulai tanggal 9 Oktober hingga Tanggal 13 kemarin. Awi juga mengatakan kalau masyarakat sudah tahu betul bagaimana kejadiannya sehingga tidak ada yang perlu dipermasalahkan lagi. Biarkan hukum yang menyelesaikan permasalahan ini.

KAMI Siapkan Pendampingan Hukum

Ditanya tentang langkah kedepan, Ahmad Yani sebagai Ketua Komite Eksekutif mengatakan akan memberikan pendampingan dan bantuan hukum kepada anggotanya yang sudah ditangkap. Bantuan ini terutama akan diberikan kepada para petinggi yang ada di Jakarta.

Lebih lanjut, Yani juga mengatakan kalau kasus penangkapan ini memiliki kasus yang berbeda-beda. Kalau para anggota yang ada di Medan memang ditangkap karena aksi demonstrasi tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Sedangkan untuk para petinggi yang ada di Jakarta, beberapa dari mereka ditangkap karena permasalahan cuitan di media Sosial. Jadi kasus penangkapan 8 orang ini berbeda-beda. Tidak boleh ada narasi khusus atau penggiringan opini lain terkait hal ini.

Yani juga mengatakan kalau pihaknya hanya akan melakukan pendampingan saja. Jadi kami tidak akan melakukan gugatan perlawanan terkait penangkapan ini. Hal ini dia sampaikan saat diwawancara di Bareskrim Polri beberapa waktu lalu. Di sisi lain, Yani mengatakan kalau dia masih mendalami penangkapan yang dilakukan terhadap Jumhur Hidayat.

Mengenai pak jumhur ini kasusnya masih belum jelas, berbeda dengan Syahganda Nainggolan yang memang sudah mutlak harus kita dampingi sebagai Komite perjalanan hukumnya. Terlebih lagi Yani juga tahu kalah Pak Jumhur sedang sakit.

KAMI Berikan Pernyataan Resmi Terkait Penangkapan Anggotanya

Menanggapi penangkapan yang dilakukan kepada beberapa anggotanya, Koalisi jelas-jelas melakukan protes. Soalnya penangkapan tersebut dinilai terlalu buru-buru. Bahkan penangkapan hanya dilakukan beberapa jam saja setelah sprindik keluar. Ini tentunya sangat patut dipertanyakan.

Ketua Komite Eksekutif KAMI Ahmad Yani juga menambahkan kalau penangkapan anggotanya, khususnya penangkapan terhadap Dr. Syahganda benar-benar aneh dan sangat tidak lazim. Terlebih hal ini juga menyalahi aturan yang sudah ada selama ini.

Yani beranggapan kalau penangkapan tidak sesuai dengan Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP dan Putusan MK Nomor 21/PUI-XII /2014, tentang diperlukannya minimal dua barang bukti. LEbih jauh jika kita bicara tentang UU ITE Pasal 45 yang berhubungan dengan kalimat “dapat menimbulkan”. Bisa dibilang penangkapan ini sarat dengan kepentingan politik.

Di sisi lain, KAMI juga memberikan protes terhadap pernyataan yang dikeluarkan oleh Mabes Polri. DIa beranggapan kalau pernyataan yang diberikan kepada media cenderung merupakan bentuk penggiringan opini secara sepihak. Soalnya proses pemeriksaan terhadap anggotanya yang ditangkap juga masih sedang berlangsung.

Yani juga sama sekali tidak setuju dengan pernyataan dari pihak Polri yang menjadikan percakapan dari Whatsapp sebagai bukti utama. Soalnya bukan hal yang tidak mungkin kalau aplikasi tersebut telah mengalami peretasan. Soalnya Yani juga melihat ada beberapa indikasi yang memperlihatkan kalau telepon seluler para petinggi KAMI mengalami peretasan beberapa waktu belakangan ini.

Protes resmi KAMI terkait penangkapan petingginya

Selain melakukan tanggapan ketika diwawancara, KAMI juga sudah merilis 7 protes resmi terkait penangkapan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap para petinggi mereka.

KAMI Menganggap penangkapan oleh pemerintah merupakan tindakan yang represif dan tidak mencerminkan fungsi Polri sebagai 3P bagi masyarakat. Statement yang dikeluarkan oleh Brigjen Awi Setiyono terkait penangkapan KAMI dinilai cenderung pada penggiringan opini, generalisasi dan tendensius.

Lebih lanjut, Koalisi juga menganggap kalau Polri tidak menerapkan asas praduga tak bersalah pada kasus kali ini. Mereka juga mengindahkan potensi peretasan HP yang mungkin saja dilakukan terhadap para petinggi Koalisi saat ini.

KAMI Juga menolak penisbatan tindakan anarkis pada unjuk rasa yang dilakukan oleh kaum buruh dan mahasiswa kepada Koalisi. Mereka juga meminta Polri membebaskan semua anggota yang ditahan sekaligus berterima kasih kepada pihak-pihak yang terus mendukung hingga saat ini.